Fenomena Guru Berprestasi
Mantagi
Dodi Saputra
Alhamdulillah, penulis berhasil
meraih juara pertama guru SD berprestasi tingkat Kota Padang tahap pertama.
Namun, karena ada syarat tertentu, penulis tak diperbolehkan untuk maju ke
tingkat provinsi. Meskipun demikian, penulis ingin sedikit berbagi perihal
perjalanan menjadi guru berprestasi. Walaupun masih terbilang muda, penulis
memberanikan diri untuk mencoba dan terus berkarya menjadi guru yang lebih baik
untuk negeri ini.
Ya,
guru masa kini dituntut berprestasi. Prestasi ini tentu sesuai dengan keahlian
masing-masing. Ada yang menjadi pemenang atau sering menjuarai perlombaan
tertentu. Ada pula yang telah berkiprah di lingkungan masyarakat. Semuanya itu
dibuktikan dengan bukti fisik berupa sertifikat atau piagam penghargaan
lainnya. Tetapi, cukupkah dengan itu guru dikatakan berprestasi?
Prestasi demikian hanya berlaku
untuk diri sendiri. Nah, prestasi saat ini lebih dari itu. Prestasi ini
diseleksi oleh instansi resmi yang membidangi semua guru-guru tersebut.
Ringkasnya, guru bukan mudah diberikan gelar sebagai guru berprestasi,
melainkan harus menjalani berbagai tes yang amat panjang. Mulanya, mereka
dipilih oleh sekolah, lalu diseleksi ke tingkat kecamatan, lanjut ke tingkat
kota, provinsi, dan berakhir hingga ke tingkat nasional. Kelihatannya mudah,
tetapi tak semudah membalikkan telapak tangan.
Guru yang telah lulus seleksi dari
sekolah, akan mengikuti rangkaian tes yang menjemukan dan melelahkan. Tes itu
antara lain; tes tulis, tes wawancara seputar pendidikan, tes menulis dan berbahasa
Inggris, tes kemampuan komputer, penilaian portofolio, dan presentasi. Singkat
cerita, ketika telah sampai di tingkat kota, guru akan bertemu dengan guru-guru
dari perwakilan kecamatan. Di sinilah persaingan semakin ketat. Mereka merupakan
lima besar guru terbaik yang tentunya punya kelebihan dibanding guru
berprestasi lainnya.
Semangat bersaing pun semakin kuat,
ketika melihat guru lain membawa sekoper bahan-bahan dan perlengkapan
presentasi. Namun, di antara `senjata` mereka itu dinilai tak begitu kuat,
karena hanya sebatas perangkat pembelajaran, surat-surat keterangan atau
keputusan, dan beberapa hasil penelitian di kelas. Sementara ada satu bahan
yang besar poinnya, tetapi sedikit bahkan nyaris tidak ada pada mereka. Bahan
itu adalah karya tulis (baca: buku).
Hal itu membuktikan bahwa guru
berprestasi bukanlah sebatas guru yang berhasil mengajar dengan perangkat
pembelajarannya, namun guru berprestasi itu adalah guru yang dapat memberikan
inovasi dan kreasi dalam pembelajaran. Guru pun dituntut untuk mengembangkan
potensi diri dalam hal menghasilkan karya tulis. Inilah yang banyak dikeluhkan
dari banyak guru berprestasi. Mereka kesulitan dalam membuat karya tulis.
Sebenarnya ada niat untuk membuat karya
tulis, tetapi media atau wadahnya sangat terbatas. Untuk guru yang berada di
kota atau berduit, mungkin bisa saja mengikuti semacam pelatihan menulis buku.
Tetapi bagi guru yang tidak memiliki uang yang cukup, hal ini menjadi masalah.
Baru-baru ini pun ada pelatihan menulis bagi guru. Tapi itu, sayangnya berbayar
terbilang mahal. Apalagi tempatnya juga mewah dan berkelas.
Alangkah
baiknya jika para pemangku jabatan instansi pemerintah memberikan pelatihan
gratis bagi para guru. Prediksi penulis, pelatihan semacam ini dimaksudkan
dapat menjadi semacam angin segar bagi mereka. Sehingga jika ada program yang
menginginkan setiap guru bisa memiliki karya tulis berupa buku, maka itu
bukanlah mimpi belaka. Tentu kegiatan tersebut dilaksanakan dengan pembimbingan
penulisan karya tulis yang terstruktur dan terukur.
Perihal
dana pelatihan tersebut, tentu orang pintar dan para penguasa di daerah ini
sudah lebih cerdas dari penulis untuk mencari solusinya. Kalau berbicara
tentang kualitas guru, pemerintah sudah harus membuka mata lebih lebar pada
dunia pendidikan saat ini. Guru bukan hanya mengandalkan masa atau lama
mengajar, tapi juga harus punya inovasi. Sehingga mereka pun tidak akan
kehabisan cara untuk menghadapi peserta didik, dengan berbagai tingkahnya.
Bagaimana
pun juga, keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran, salah satunya sangat
ditentukan oleh guru. Ketika guru berprestasi ini sudah diberikan kecakapan di
bidang pendidikan, ia akan terus berusaha memberikan bimbingan dan pengajaran
yang berkualitas. Inilah yang menjadi keresahan dalam obrolan guru-guru
beberapa waktu lalu. Semoga pemerintah terkait membaca dan mendengarkan suara
hati guru-guru ini dalam menghasilkan karya tulis. Pelan tapi pasti, perlahan
dan terus berjalan. Jika memang serius pada program satu guru, satu buku,
niscaya dapat dengan mudah terwujud. Agaknya, penulis cukupkan terlebih dahulu.
Di tulisan selanjutnya, penulis akan melanjutkan bagaimana seleksi guru
berprestasi tersebut bisa lebih objektif, netral, dan komprehensif. Insya Allah.* Padang, 2019
Dodi
Saputra, Guru Berprestasi Kota Padang asal SDIT Dar El Iman Padang.
Komentar
Posting Komentar