Dodi Saputra, S.Pd.
Guru MAN Insan Cendekia Padang Pariaman
Keharmonisan keluarga menjadi dambaan manusia. Suasana ini dibutuhkan bukan pasangan suami istri, melainkan anak dan keluarga besar pada umumnya. Tentu keharmonisan itu tercipta dari sikap dan kebiasaan dari masing-masing individu. Dengan kebiasaan hidup bersih dan sehat, sebuah keluarga bisa memperoleh kebahagiaan. Sebab kesehatan merupakan faktor utama dalam sebuah keluarga. Jika ada satu saja anggota keluarga sakit, maka kebahagiaan itu sudah tidak lengkap lagi.
Terkait
kesehatan, salah satu pengaruh terberat saat ini adalah bahaya rokok. Bisa jadi
seorang ayah adalah perokok aktif. Tetapi tidak tertutup kemungkinan seorang
ibu juga perokok aktif. Dalam hal ini bisa pula keduanya adalah perokok aktif.
Pada kondisi ini, anak berada pada dilema yang membingungkan. Dalam kepalanya
akan timbul pertanyaan yang mendasar tentang kebiasaaan buruk tersebut. Terlebih
bagi anak laki-laki. Anak laki-laki selain berteman dengan teman yang perokok,
ia juga dipengaruhi oleh orang tua perokok. Nah, ketika dalam hati sanubari
seorang anak mengatakan tidak merokok, maka ini akan membentang sekat keharmonisan
antara anak dan orang tua.
Pada
kondisi lain, ketika perokok itu adalah seorang ayah. Sementara ibu dan anak
bukanlah perokok. Maka keberadaan ayah yang sedang merokok itu menimbulkan
kebencian pada sia ayah yang menebar asap rokok di dalam rumah. Sehingga, momen
yang seharusnya bisa digunakan untuk berumpul atau bercengkerama bersama, malah
tidak terwujud. Hingga pada akhirnya si ayah harus berada di luar rumah untuk
menghabiskan sebatang rokok. Begitulah rokok mampu memisahkan keharmonisan
keluarga.
Keluarga sehat sudah semestinya mengetahui tentang menjauhi
asap rokok. Perlu digarisbawahi, bahwa hal yang dijauhi bukanlah perokok,
tetapi rokoknya. Jadi jangan disalahkan apabila orang itu sedang merokok pun
maka akan dijauhi pula oleh orang-orang yang tidak merokok. Sebab tidaklah baik,
jika seseorang bertemu, lantas seorang yang lain menanggung derita tersebab
asab rokok. Perokok bisa jadi tidak menyadari hal ini, tetapi mulai saat ini
sudah harus mengetahui ternyata keakraban bisa berkurang karena adanya rokok di
tengah mereka.
Penulis mengutip informasi
dari www.viva.co.id. Di situs tersebut, Dr Deffy dari Meetdoctor menuturkan
bahwa senantiasa menghirup asap rokok secara pasif dapat meningkatkan risiko
seseorang untuk terserang kanker paru-paru sebanyak 25 persen. Asap rokok yang
dihirup berdampak buruk pada dinding pembuluh darah dan membuat darah menjadi
lebih gampang untuk menggumpal. Merokok
secara pasif juga dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Semua ini
membuat perokok pasif lebih berisiko terkena stroke dan serangan jantung.
Dengan terganggunya pembuluh yang mengalirkan
darah ke jantung, kinerja jantung pun berisiko terganggu dan bahkan berujung
pada gagal jantung. Pada ibu hamil, maka akan meningkatkan risiko keguguran,
bayi lahir dengan berat badan yang rendah. Sedangkan pada anak-anak akan
menimbulkan asma, pneumonia atau pun infeksi saluran pernapasan, kematian
mendadak pada anak, meningitis, dan sebagainya.
Bukan sebatas merusak keharmonisan keluarga, rokok juga bisa
merusak hubungan persahabatan menjadi berjarak. Selanjutnya, rokok selain
berbahasa bagi tubuh, tentu saja telah merenggut kebahagiaan dalam sebuah
keluarga. Betapa keluarga sangat kehilangan jika salah satu anggota keluarga
meninggal dunia akibat kecanduan rokok. Sehingga harus mati sia-sia karena
kebiasaan buruk sekelas rokok.
Penulis bermaksud menggerakkan hati pembaca-baik perokok
maupun bukan-untuk menyadari hal ini agar keharmonisan sebuah keluarga tetap
terjaga hingga akhir hayat. Lagi pula seorang anak juga akan mengikuti
keteladanaan orang tuanya dalam bersikap dan kebiasaan hariannya. Jangankan
tidak mengikuti orang tua yang perokok, menghindari temannya yang perokok saja
sudah susah setengah mati. Maka dalam hal ini anak dituntut dibekali ilmu
pengetahuan tentang kesehatan dan pentingnya menjaga keharmonisan keluarga.*
(Pasaman, 2019)
Komentar
Posting Komentar