Literasi Finansial: Uang Masuk Fenomenal
oleh Dodi Saputra
Selayang Pandang Kebutuhan Manusia
Manusia sebagai makhluk sosial tidak
terlepas dari interaksi dengan manusia lain. Kebutuhan hidupnya pun dapat
dipenuhi berkat usaha-usaha, sesuai kemampuan dan keahlian. Dalam menjalani
kehidupan tersebut, manusia mengolah akal pikiran dengan kemampuan dirinya.
Sebagaimana kata bijak Ibnu Khaldun, bahwa akal
adalah timbangan yang cermat dan hasilnya dapat dipercaya. Ketika
pengetahuan dinilai terbatas, seseorang berusaha mencari pengetahuan lebih
untuk memperkaya informasi. Aktivitas tersebut diperoleh dalam kegiatan
literasi.
Satu dari bagian literasi itu adalah
literasi finansial. Bagian ini terdapat dalam lembaga-lembaga literasi dengan
seperangkat pengelolaannya. Suatu lembaga bersama tim pengelola tak lepas dari
kendala finansial. Hal itu dibuktikan dengan keadaan kas yang menipis, bantuan
pemerintah terbatas, dan tingginya biaya operasional. Kondisi ini menuntut para
penggiat literasi menemukan informasi melalui membaca seputar literasi
finansial. Targetnya adalah meningkatkan kualitas penggiat literasi dan segenap
lembaga terkait, seperti Taman Bacaan Masyarakat (TBM), Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), dan sebagainya.
TBM
Menurut
data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI),
sampai tahun 2018 sudah terdaftar 2843 TBM di Indonesia. TBM memegang peran
penting dalam memerangi kebodohan masyarakat. Keberadaannya menempati posisi
utama, guna menambah ilmu pengetahuan orang-orang di sekitarnya. Melalui
kegiatan harian berupa membaca, menulis dan, kegiatan sosial, masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan. Pembaca dari lintas profesi menyempatkan diri untuk mencari
bahan bacaan guna menunjang kelancaran dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup.
Dari
hal inilah muncul istilah literasi finansial. Kemendikbud RI memberikan
pemahaman tentang literasi finansial yakni pengetahuan dan kecakapan untuk
mengaplikasikan pemahaman tentang konsep, risiko, keterampilan, dan motivasi
dalam konteks finansial. Sehingga literasi finansial menjadi perhatian khusus
agar dapat membuat keputusan yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan
finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam
lingkungan masyarakat.
Cakupan Literasi
Finansial
TBM
dapat berdiri dan beroperasi berkat adanya perangkat pengelola. Para pengelola
merancang program-program yang diarahkan kepada literasi finansial. Satu
motivasi penting dalam memberikan semangat kepada pengelola yakni sebuah hadis
sahih: Allah akan menolong seorang hamba
selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya. Hal ini menjadi penguat
bahwa tujuan didirikan TBM memang memberikan manfaat kepada masyarakat luas.
Sehingga masyarakat mendapatkan jalan keluar berupa pengetahuan untuk menjawab
persoalan seputar finansial.
Guna
mewujudkan literasi finansial dibutuhkan cara-cara yang tepat. Sebagaimana Tan
Malaka berujar bahwa sebetulnya cara
mendapatkan hasil itulah yang lebih penting dari hasil itu sendiri. Dalam
praktik di lapangan, para penggiat literasi itu dibekali tiga cara kegiatan
literasi finansial. Cara-cara untuk melangkah lebih terstruktur yakni pertama, kegiatan literasi finansial di
sekolah. Kegiatan ini diawali dengan studi literatur terkait peran siswa dan
perangkat sekolah dalam bidang literasi finansial. Studi itu dapat berupa
membaca buku-buku tentang pentingnya menabung, berhemat, kebutuhan berbelanja,
kewirausahaan, pasar, dan lembaga keuangan. Sebagai tindak lanjut dari bahan
bacaan di atas, pengelola TBM dapat memulai mengajak warga sekolah dengan
membiasakan berbelanja di koperasi sekolah. Pentingnya menabung, pembayaran di
pasar. Melatih jiwa wirausaha sejak tingkat dasar. Kunjungan ke pasar, dan
lembaga keuangan.
Kedua,
literasi finansial di lingkungan keluarga. Pengelola TBM menanamkan pentingnya
berdagang dalam mengangkat kesejahteraan keluarga. Pemahaman ini dimulai dari
studi literatur tentang perjalanan maupun kisah-kisah para pedagang sukses.
Anak juga diajarkan mengenai pengelolaan uang belanja pemberian orang tuanya.
Hal ini dilakukan dengan mengajak anak berpikir kritis tentang hubungan antara
menghasilkan dan membelanjakan, menyimpan dan mendonasikan uang. Selain itu,
keluarga juga diajak untuk bersama melakukan studi literatur tentang praktik 4R
(reduce, reuse, recycle, recover).
Ketiga,
masyarakat diberikan pemahaman tentang produk dan jasa keuangan kepada
masyarakat, program arisan, penyuluhan
investasi aman kepada masyarakat. Penyuluhan tentang bahaya meminjam uang pada
rentenir, informasi bahan pokok, informasi kredit pemilikan rumah (KPR), dana
jaminan sosial, dan sebagainya.
Potret Warung
Baca Lebakwangi (Warabal)
Bangsa
yang cerdas berawal dari masyarakat yang cerdas pula. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhan modal awal yakni
suasana lingkungan warga yang mengerti akan pentingnya belajar. Pembelajaran
tahap mula yang dilakukan oleh warga adalah membiasakan budaya membaca. Warga
yang telah membiasakan diri untuk membaca. Baik buku maupun bahan bacaan
internet, maka dirinya akan terbiasa melahap berbagai informasi yang dapat
memperkaya khasanah pengetahuannya. Dengan demikian, apabila ada permasalahan
baru seputar finansial sekali pun, ia tidak akan panik dan canggung, sebab tahu
bagaimana cara mengatasinya.
Satu
dari potret warga yang patut dicontoh adalah warga Lebakwangi di Kabupaten
Bogor. Mereka dengan segenap program pemberdayaan masyarakat menggagas tegaknya
warung baca. Dari namanya saja, warung dapat
diartikan sebagai tempat berbelanja atau jual beli warga. Uniknya, yang
didapatkan adalah bahan bacaan yang malah tidak dibeli alias gratis. Penduduk
di sekitar warung baca tersebut diberikan fasilitas dan pelayanan berupa bahan
bacaan dan tempat yang nyaman untuk membaca serta kegiatan sosial
kemasyarakatan.
Ada
beberapa poin penting keberhasilan warga Lebakwangi dalam mendirikan warung
baca tersebut. Sehingga dengan mengidentifikasi secara baik, akan bisa pula
dijadikan sebagai acuan bagi warga yang ada di daerah lain. Mereka pun tidak tertutup
kemungkinan melakukan hal yang serupa untuk mendirikan TBM.
Pertama,
tingkat kepekaan warga terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) di era globalisasi. Orang-orang penting atau berpengaruh di daerah
tersebut menelaah secara kritis terhadap perkembangan IPTEK saat ini meningkat
drastis. Tentu sebagai warga negara Indonesia yang baik, ada upaya menghadapi
persaingan yang semakin sulit di era milenial ini. Mereka menginginkan warga di
sekitar tidak hanya mau menerima dan menyaksikan laju perkembangan itu-layaknya
penonton-namun juga bisa menjadi pemain atau pelaku yang terlibat dalam upaya
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan masyarakat. Pendiri TBM
Warabal, Kiswanti-dalam cerita panjangnya yang mengharukan-telah berhasil
melawan kebodohan untuk mewujudkan mimpi mulianya.
Kedua,
produktivitas warga yang terus ditumbuhkembangkan. Warga yang produktif adalah
warga yang dapat menghasilkan suatu karya atau kerajinan tangan, pengajar dari
orang tua siswa, bazar murah, dan sebagainya. Artinya ia dapat membuat ssesuatu
dari keahlian dan keterampilan yang dimiliki. Saat ini, orang dari luar negeri
semakin gencar memasarkan segala macam produk untuk dikonsumsi masyarakat
Indonesia. Sehingga bangsa Indonesia dikenal dengan bangsa yang konsumtif.
Tentu saja kita tidak mau terus disebut demikian. Nah, jika warga sudah banyak
membaca dan menulis buku, maka pembaca dapat pula masuk dalam pasar, dengan
produk yang ia hasilkan. Misal, warga yang sudah membaca buku tentang kuliner.
Maka ia mendapatkan wawasan tentang pembuatan suatu makanan atau minuman yang
dapat dipasarkan di masyarakat luas. Demikian pula dengan pembaca di bidang
teknologi, industri, kemaritiman dan agraria. Mereka dapat menciptakan dan
mengembangkan setiap ilmu dan keterampilan dari hasil membaca tadi. Itu adalah
satu bentuk produktivitas yang bermula dari literasi finansial.
Ketiga,
warga menjaga kekompakan dalam bermasyarakat, meskipun masyarakat itu sub-urban.
Seandainya ada satu orang saja yang produktif, namun tidak mampu menjaga
kekompakan warga, maka produktivitas hanya untuk kepentingan pribadi saja.
Untuk itu, kekompakan warga diperlukan dalam mengangkatkan kegiatan kecil;
diskusi, rapat, dan gotong royong. Satu ide kreatif dari seseorang yang
mengajukan upaya pendirian warung literasi atau kampung literasi, dapat menarik
perhatian banyak orang. Terlebih memang saat ini tingkat minat baca dinilai
masih rendah. Warga yang sama-sama menginginkan anaknya cerdas, maka ia akan
setuju dan mendukung upaya tersebut.
Keempat,
warga menyadari pentingnya berbudaya literasi. Orang tua yang mengetahui
kebiasaan anaknya di sekolah di pagi hari, maka ia akan tahu tentang budaya
literasi ini. Sejak dikeluarkan kebijakan oleh pemerintah- tentang membaca buku
di 15 menit saat awal pembelajaran-orang tua manyadari ternyata anaknya
memiliki wawasan yang lebih dari biasanya. Bukan sekadar belajar sains dan
bidang studi pokok saja, melainkan mendapat ilmu pengetahuan bervariasi dari
hasil bacaan tersebut. Terlebih ada sekolah yang lebih serius lagi dengan
melakukan kegiatan resensi buku, bedah buku, atau pemantapan literasi sekolah.
Warga yang mengetahui hal ini akan membuka pola pikirnya bahwa pendirian warung
baca atau kampung literasi itu benar-benar penting.
Kelima,
pengelolaan TBM yang rapi. Ketika warga sudah sepakat mendirikan taman bacaan
di daerahnya, maka harus dikelola dengan baik. Warga bisa bermusyawarah untuk
memilih perangkat pengelola TBM. Dengan demikian, lalu lintas transfer ilmu
melalui peminjaman buku dan aktivitas sosial dapat berlangsung lancar. Inilah
yang dapat menciptakan suasana TBM yang kondusif dengan fasilitas, sarana, dan
prasarana yang lengkap. Melihat tata kelola yang rapi tersebut, proses belajar
pun lebih memuaskan dan menyenangkan. Mereka memiliki tugas pokok dan fungsi
organisasi yang jelas, mampu menjalin mitra dengan pemerintah setempat, maupun
pemerintah pusat. Inilah yang membuat TBM Warabal dinilai layak sebagai tuan
rumah untuk mengundang peserta residensi dari berbagai wilayah di Indonesia.
Kelima
hal hasil identifikasi penulis di atas merupakan bentuk dari literasi
finansial. Artinya literasi selain sebagai ladang amal, juga mendatangkan
keuntungan secara materi untuk penggiat literasi. Setelah seseorang membaca,
maka dilanjutkan dengan menulis dan penerapan sesuai bidang keahliannya.
Berikutnya, ia dapat memasarkan karya tulisnya di kalangan publik-baik berupa
media cetak, maupun audio visual-sebagaimana yang terdapat dalam kategori
klasifikasi literasi nasional.
Menilik Keunikan
Kampung Literasi Warabal
Kampung
literasi Warabal saat ini mendapat perhatian dari pemerintah sebagai tuan rumah
kegiatan literasi nasional 2018. Kiswanti bersama relawan punya daya tarik
berupa usaha jamu, perpustakaan keliling, pendampingan belajar, bank sampah, simpan
pinjam, kelas musik, kelas keterampilan, PAUD dan TPQ Nurul Qalbu, marawis,
qasidah, dan majelis taklim. Sebuah TBM komplit yang didirikan dan didesain,
layaknya perpustakaan masyarakat. Uniknya, desain interior dan eksteriornya
tidak kaku seperti perpustakaan pada umumnya. Warung baca ini memakai sistem
peminjaman gratis untuk masyarakat sekitar, dengan daya tarik berupa
titik-titik lokasi yang baik untuk berfoto dan tempat duduk yang nyaman dan
menyenangkan. Selain kelengkapan bahan bacaan, bangunan tersebut sangat cocok
untuk tempat bersantai dan berkumpul bersama saudara sembari menikmati bahan
bacaan dari lintas disiplin ilmu.
Sejatinya,
segala sesuatu jika dikerjakan oleh orang yang ahli, maka akan didapatkan hasil
yang baik pula. Begitu pula yang ada di Warabal ini, ternyata orang-orang yang
megelola TBM Warabal ini telah memiliki keterampilan dan keahlian di bidang
literasi; pengelolaan bank sampah Uwuh
Wiguna (sampah berguna), relawan
dengan keahlian kuliner (queen kitchen). Maka pantaslah TBM ini dapat
berdiri dan berkembang sampai saat ini. Di bawah bimbingan dari Kiswanti dan
rekan-rekannya, mereka senantiasa berupaya meningkatkan kuantitas dan kualitas
pelayanan pada masyarakat. Tujuannya adalah tercipta masyarakat yang cinta
membaca dan membudayakan membaca.
Minat
membaca masyarakat Indonesia tidak menempati posisi baik di mata dunia. Survei
dari lembaga-lembaga literasi terkait semakin menguatkan bahwa tingkat minat
baca itu perlu ditindaklanjuti secara serius. Dalam hal ini, tentu pemerintah
mendapat sorotan utama dalam menentukan kebijakan dalam menyikapi permasalahan
tersebut. Kemendikbud melalui Direktorat Jenderal Pendidikan dan Anak Usia Dini
dan Pendidikan Masyarakat mengundang peserta dari berbagai daerah di Indonesia.
Kemendikbud menghelat kegiatan dengan tema Peningkatan Kapasitas TBM dan
Residensi Penggiat Literasi Tahun 2018 di TBM Warabal, Bogor.
Dalam
acara tersebut, peserta dikenalkan tentang wawasan kampung literasi di Lebakwangi,
Desa Pemagarsari, Parung, Kabupaten Bogor. Sebuah bangunan yang didirikan
secara sadar dan terencana oleh warga dengan kerja sama dan kesungguhan dalam
rangka membuat inovasi untuk negeri. Begitu peserta sampai di lokasi tersebut,
peserta disambut dengan tulisan kampung literasi yang dipasang di gubuk unik di
sebelah sudut bangunan.
Ketika
memasuki pintu bangunan itu, mata peserta langsung dihadapkan pada kerajinan
tangan yang unik, serta rak-rak buku dengan berbagai koleksi literatur lengkap.
Bagian dinding dalam bangunan ini nyaris penuh dengan koleksi buku, piagam
penghargaan, mainan kreatif, dan dokumentasi orang-orang penting di negeri ini.
Tak hanya itu, peserta juga dilibatkan dalam merancang program-program seputar
literasi finansial.
Literasi
finansial sengaja diangkat dalam topik khusus, sebab literasi finansial
mendapat tempat untuk menumbuhkembangkan keberlangsungan produktivitas pembaca
dan penulis. Waktu 4 hari bagi peserta dimanfaatkan untuk mengelola taman
bacaan agar lebih baik. Saat ini TBM di berbagai wilayah-yang sempat mati suri-mesti
mempelajari arti penting literasi finansial. Artinya, literasi bukan sekadar
membaca dan menulis belaka, namun literasi lebih jauh memberi manfaat dapat
memberikan kesejahteraan bagi penggiatnya.
Dengan
kemampuan menulis di berbagai media dan kedekatan dengan karib kerabat, maka
hasil karya tulis dapat didistribusikan secara luas di Indonesia. Peserta yang
hadir adalah 20 peserta dari 500 peserta yang diseleksi. Mereka adalah penggiat
literasi yang dinilai berkompeten dalam peningkatan kuantitas TBM. Keberhasilan
warga dalam mendirikan TBM merupakan upaya positif dalam rangka turut
menyukseskan program pemerintah tentang budaya membaca di lintas usia.
Begitulah yang ada di TBM Lebakwangi ini. Mereka dengan segenap warga lainnya
yang dipercayakan mengelola taman bacaan tersebut, diharapkan menjaga ketekunan
dalam menghidupkan gairah literasi masyarakat.
TBM
Warabal telah menunjukkan kepada publik bahwa mereka telah bersungguh-sungguh
dan serius menggiatkan budaya membaca di daerahnya. Sebagai tindak lanjut dari
tulisan ini, agaknya para pembaca yang budiman dapat pula berdiskusi lebih
lanjut dengan orang-orang terdekat yang memiliki visi dan misi yang sama untuk
mendirikan TBM pula di daerahnya. Sehingga literasi bukan hanya ada di kota
besar atau sekolah dan kampus saja, tetapi literasi juga dirasakan oleh
masyarakat dari lintas profesi dan lintas usia di Indonesia.
Pertumbuhan Literasi
di Kota Padang
Perkembangan
literasi di Kota Padang saat ini terlihat dari hasil penelitian di berbagai
literatur. Penelitian pertama dijelaskan oleh Irmawita (2012) dalam Jurnal Universitas
Negeri Padang yang menerangkan tentang penataan TBM sebagai sarana pembelajaran warga belajar pendidikan
nonformal. Penelitian tersebut dilatarbelakangi
oleh berbagai program pendidikan nonformal yang dilaksanakan di masyarakat
seperti; program pendidikan keaksaraan fungsional, pendidikan kesetaraan,
pendidikan kecakapan hidup dan pendidikan kepemudaan. Program pendidikan
nonformal ini dilaksanakan oleh PKBM maupun LSM yang merupakan lembaga
pendidikan nonformal. Mendukung pelaksanaan pendidikan nonformal ini maka
disediakan TBM.
TBM
merupakan perpustakaan masyarakat yang menyediakan koleksi bahan bacaan, dapat
dimanfaatkan oleh warga belajar untuk meningkatkan pengetahuannya, tempat
berdiskusi dan bertukar pikiran sesama warga belajar setelah membaca sumber
bacaan. Bahan bacaan yang ada di TBM cenderung menyediakan koleksi bacaan yang
sesuai dengan kebutuhan belajar masyarakat seperti buku tentang pertanian,
agama, penataan hidup rumah tangga, dan sebagainya yang dapat menambah
pengalaman tentang pekerjaan dan menata kehidupan dari warga belajar.
Hasil
penelitiannya adalah sebagian besar dari warga belajar menyatakan dari aspek
pemilihan lokasi, pelaksanaan sosialisasi, ketersediaan sarana dan prasarana,
penempatan waktu, pelaksanaan pengelolaan dan keadaan koleksi bacaan sudah
tertata dengan baik, dan TBM sudah dimanfaatkan oleh warga belajar pendidikan
nonformal sebagai pusat pembelajaran.
Dalam Jurnal Pustaka Budaya (2010)
oleh Nurul
Adhmi, Nining Sudiar dan Vita Amelia. Para peneliti tersebut telah memaparkan
hasil analisanya tentang perkembangan TBM di Kota
Padang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hal pertumbuhan TBM di Kota
Padang terbilang lambat. Hal ini terlihat selama 45 (empat puluh lima) tahun
dari tahun 1965 hingga berdiri hanya ada 16 (enam belas) TBM yang
ada di Kota Padang yaitu tahun 1965, 1968, 1975, 1980, 1983, 1985, 1997 dan
2005 hanya berdiri 1 (satu) TBM tiap tahunnya (6,25%). Barulah pada tahun 1989,
2008, 2009 dan 2010 tumbuh 2 (dua) TBM (12,5%).
Meskipun
demikian, penggiat literasi tetap menjalin jejaring dengan pemerintah terkait;
Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Padang, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan
Provinsi Sumatera Barat, Pemerintah Kota Padang, dan masyarakat. Uniknya, demi meningkatkan pendidikan dan ilmu pengetahuan, terdapat
satu tempat, yakni Kelurahan Purus berinisiatif mendirikan TBM bagi masyarakat Purus.
Dan hingga awal tahun 2017, sudah berdiri 2 TBM, yang pertama dalah TBM Tanah
Ombak. Lokasinya berada di antara pemukiman penduduk. Sementara TBM yang kedua
berada di dekat Danau Cimpago.
Dengan mengandalkan swadaya masyarakat, sumbangan donatur dan
program pemerintah Kota Padang, pemerintah Kecamatan Padang Barat dan
pemerintah Kelurahan Purus, kedua TBM ini sudah dilengkapi koleksi-koleksi buku
dengan tema beragam. Sebagian besar bermanfaat untuk peningkatan pendidikan dan
ilmu pengetahuan warga. TBM ini juga dilengkapi dengan meja dan kursi serta
pendukung-pendukung lainnya. Bahkan, pemerintah Kelurahan Purus di hari
tertentu mendatangkan pengajar lepas untuk memberi jam belajar tambahan di luar
jam sekolah bagi anak-anak sekolah.
Perbandingan
potret TBM Warabal dengan TBM lainnya tampak jelas. Selain sudah 20 tahun
berdiri dan beroperasi, TBM Warabal menjadi model literasi finansial bagi TBM
lainnya. Dari penjabaran di atas terdapat hal pokok, yakni literasi finansial bukan
semata-mata membaca, dan menulis. Namun seputar upaya bersama dalam mendapatkan
uang masuk untuk kesejahteraan bersama. TBM di daerah perlu menyesuaikan dan
mencoba program yang telah ada di TBM Lebakwangi. Bermula dari tata kelola,
kepenulisan, kewirausahaan, dan jejaringnya. Buya
hamka dalam pesannya mengatakan tugas
kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah mencoba, karena di dalam
mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil.
Namun, apakah program literasi finansial yang bisa dicobakan di TBM daerah lain?
Mari mencoba!* (Bogor, 2018)
Komentar
Posting Komentar